Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2021

Memenuhi Janji

     Aku lega sekali. Akhirnya satu per satu masalah terselesaikan. Aku bisa penuhi janjiku pada almarhum suamiku.      Sudah bayar uang kuliah semester akhir anak ketigaku, perpanjang kontrakan di Jakarta, dan beli lap top untuk si bungsu.           Benar-benar bersyukur. Lega rasanya. Akhirnya, setelah melalui perdebatan yang cukup panjang, sampai juga pada satu keputusan final. Dalam berbagai hal, kami memang sudah terbiasa mendiskusikannya terlebih dahulu.      "Apa nggak bisa tunggu sampai gajian bulan depan? Mau beli sesuatu ya beli yang bagus sekalian. Jangan nanggung. Perubahan teknologi itu cepat sekali, Ma. Pikir jangka panjangnya. Pilih yang awet. Jadi tetap bisa dipakai sampai dia kuliah. Nggak ketinggalan. Kan sayang, kalau cepat jadi barang rongsokan? Pilih yang bisa buat gaming juga. Nggak mungkin dia belajar terus. Dia juga butuh refreshing. Nanti aku bantu beli." Ujar si sulung mengemukakan penda...

Beruntung...

     Listrik mati. Gelap sekali. Pemadaman meliputi seluruh wilayah. Tidak tau kenapa. Mungkin ada perbaikan atau perawatan jaringan.             Aku baca status WA teman-teman dengan caption beragam. Ada yang memaki-maki kesal, mengeluh kepanasan. Namun, ada pula yang bisa melihat sisi positif dan lucu dari keadaan ini. Aku senyum-senyum saja membacanya. Tidak ada yang bisa kulakukan, selain menunggu.            Suara nyamuk terdengar mendengung di telinga. Panas luar biasa. Aku berusaha tetap tenang sambil berkipas-kipas menggunakan buku anakku yang sudah tak terpakai. Ah, lama sekali listrik padam hari ini. Aku bangkit dari dudukku. Dengan penerangan lilin, aku menuju dapur. Mencuci piring-piring kotor bekas makan malam kami. Setelah selesai, aku kembali ke ruang tamu, bergabung dengan anak-anak, sembari ngobrol ngalor ngidul.      "Minggu depan sudah mulai pembelajaran tatap muka lho. Kamu...

Selalu Ada Jalan

     Daun mahoni berguguran. Sekarang memang musim ganti daun. Butuh waktu lebih lama untuk membersihkannya. Ada empat pohon mahoni besar berusia puluhan tahun, berdiri berjejer di pinggir jalan, tepat berada di luar pagarku. Pelan-pelan aku menyapu. Tumpukan daun-daun kering yang kusapu itu, berbentuk seperti barisan gunung. Aku nyalakan korek, kemudian membakarnya. Cepat sekali api melahap habis daun-daun itu.      Di sudut pagar ada beberapa bungkus plastik sampah. Sampah rumah tangga dari orang yang lewat dan sengaja dibuang di tempat kami. Mungkin mereka pikir tempat kami tak berpenghuni. Sehingga mereka buang sampah seenaknya.  Kebetulan ada truk sampah lewat. Aku minta pada bapak-bapak itu untuk mengangkut bungkusan-bungkusan sampah plastik itu, lalu memberinya upah sepuluh ribu rupiah. Kadang aku jengkel sekali. Kok bisa ya buang sampah sembarangan begitu? Apa mereka tidak pernah berpikir, bagaimana bila hal itu terjadi pada diri mereka sendiri...

Bodhi Anakku

Gambar
    Saat dia lahir, tubuhnya begitu mungil. Tampak ringkih. Beratnya hanya 2,75 kg. Semalaman tak henti menangis. Di antara kelima anakku, dia yang paling kecil. Dia memang lahir prematur. Karena aku jatuh dan mengalami pendarahan yang sangat hebat. Bersyukur kami selamat. Alam masih melindungi.      Anaknya pendiam. Nurutan. Selalu  mengamati. Dia sukanya nonton Teletubbies. Saat sekolah, dia tidak banyak merepotkanku. Tiga bulan masuk TK sudah bisa lancar baca dan dikte kata-kata yang mudah, seperti : sepatu mamaku, baca buku cerita, matahari pagi, dll. Tanpa disuruh, dia punya kesadaran sendiri untuk belajar.       Saat SD, kesukaannya pada hitung menghitung kian menonjol. Diawali dengan menang lomba sempoa. Berlanjut ke Cerdas Cermat sampai Olimpiade Matematika. Pintar berhitung, tapi tulisannya jelek sekali. Aku selalu menemaninya berlatih menulis tegak bersambung. Meski tak indah, setidaknya tulisannya harus...

Ketan dan Kentang

Kota Baru, Jumat, 24 September 2021 (Pk 15:33)       Semenjak aku mulai sakit-sakitan sampai hilang pendengaran, aku tak diizinkan pergi belanja sendiri. Selalu diantar. Terlebih setelah aku nyaris tertabrak motor saat hendak menyeberang. Kalau bukan suamiku yang mengantar, pasti anak-anakku.       Saat itu stok beras sudah menipis. Anakku yang sulung menawarkan diri untuk keluar belanja. Tumben. Biasanya dia malas ke luar. Dari mulai sampai rumah, sampai waktunya balik lagi ke Jakarta, dia lebih banyak tidur di kamar atau main game dengan adiknya. Dia benar-benar ingin nyantai kalau ada di rumah.       "Kerja di Jakarta capek banget, Mah. Tekanannya luar biasa. Pulang ke rumah tujuannya ya memang benar-benar untuk refreshing. Istirahat total." Dia selalu berkata begitu. Sebagai mamanya, aku selalu berusaha memahami. Makanya aku tidak mau mengganggunya. Untuk minta tolong mengerjakan ini dan itu. Sebisanya, aku kerjakan sendiri. Aku...

Menggali Ingatan

Kota Baru, Kamis, 23 September 2021 ( Pukul 10:50)      Yang khas kuingat dari dirinya adalah, kurus jangkung, berkulit terang, murah senyum, dengan model rambut gondrong berponi, seperti Adi Bing Slamet. Sedikit pemalu.      Setelah 30 tahun lebih tak bersua, banyak perubahan fisik yang terjadi pada teman-temanku. Arief, Anto, Didi, Gebi, Pepih, semua berubah drastis. Aku benar-benar tak bisa mengenali mereka lagi. Termasuk Yuyus. Kemana perginya rambut hitam lebat milik mereka dulu? Apa betul ini foto diri Yuyus? Aku tak percaya. Setelah Gebi membagikan foto Yuyus saat muda, aku baru percaya.       Yuyus merupakan salah satu orang teman yang baik padaku. Ramah dan lucu. Kami selalu bertukar cerita. Dia pun memberi dukungan moral padaku. Menghibur dan menguatkan, saat awal-awal kepergian suamiku.       "Aku benar-benar tak bisa mengenalimu. Sekarang kau terlihat seperti seorang pejabat lho. Staf ahli menteri. Aku ben...

Deti Maida

Kota Baru, 22 September 2021 (Pk 22:32).      Bukannya aku tak ingin bertemu dengan Deti. Aku sangat menghargai niat baiknya itu. Bagaimana aku harus mengatakan pada Deti agar dia bisa mengerti dan tidak sakit hati? Di grup maupun lewat percakapan pribadi, aku sudah coba jelaskan, dan beri gambaran tentang keadaanku yang sesungguhnya.      "Aku ingin bertemu denganmu. Bukan mau lihat rumahmu." Berkali-kali ia coba meyakinkan diriku. Entah mengapa, aku masih belum bisa mengiyakan keinginannya itu. Maafkan aku, Deti. Aku benar-benar takut dan belum siap. Takut dinilai, takut direndahkan. Aku pun belum siap bila harus kehilangan teman-teman yang baru kutemukan lagi, setelah 30 tahun lebih terpisah oleh jarak, waktu dan kesibukan masing-masing.      Aku benar-benar takut, Deti. Setelah kalian datang dan melihat keadaanku, kalian akan menjauh dan tidak mau kenal lagi dengan diriku. Untuk sementara waktu, biarlah ngobrolnya di WAG dulu. Sampai hati...

Kasih Seorang Ayah

Kota Baru, 15 Agustus 2021 (Pk 21:00)      Pandemi ini meninggalkan duka yang mendalam. Tidak hanya orang terdekatku, tapi orang-orang yang ada dalam lingkar pertemananku pun, satu per satu pergi.      Sepanjang bulan Juli, aku dicekam rasa takut, yang teramat sangat. Saat mendengar pengumuman dari corong mesjid di sebelah barat dan timur rumahku, jantung berdegup kencang. Ditambah suara sirene ambulans yang bolak balik di jalan, membuat hari-hariku terasa makin mencekam.            Situasi tak menentu ini mempengaruhi selera makan dan pola tidurku. Ada begitu banyak kekhawatiran yang berkecamuk di benakku. Bagamana aku tidak resah? Dua dari lima orang anakku ada di Jakarta. Aku benar-benar merasa tidak tenang.       Belum lagi pemberlakuan PPKM Darurat. Semua itu menambah keresahan dan rasa takutku. Sungguh, aku ingin tetap sehat, agar bisa bertahan hidup lebih lama lagi. Agar bisa menjaga dan mendampingi a...

Tergoda Pete

     Entah sejak kapan aku suka makan pete dan jengkol. Aku sudah tak ingat lagi. Awalnya hanya coba-coba. Lama-lama jadi ketagihan. Pete dan jengkol sangat nikmat dijadikan sebagai lalapan. Apalagi kalau disajikan dengan sambel terasi, goreng peda, sayur asem, goreng tahu tempe, dan nasi hangat. Wuah, nikmatnya tak terkatakan, bisa bikin nambah makan berkali-kali.      Saat menemani anak-anakku bermain di halaman, baik itu main sepeda, maupun bola, pandanganku selalu tertuju pada pohon pete yang tinggi besar dan berbuah lebat, milik tetangga di kebun sebelah. Berbatasan persis dengan dapurku. Dalam hati aku berujar, kapan ya aku bisa punya pohon pete seperti itu? Beli di tukang sayur dorongan terasa mahalnya. Tidak puas. Sepapan tiga ribu rupiah. Kalau lagi banjir, sepuluh ribu bisa dapat empat papan.       Suatu hari, ibu mertuaku ke pasar. Pulangnya membawa bibit pete. Katanya beli seharga lima belas ribu rupiah sepohon. Pohon pete itu dit...

Berkat Mangga dan Nangka

       Perasaanku begitu resah. Di luar sedang turun hujan. Sangat lebat. Kilat menyambar-nyambar. Bagaimana aku tidak resah. Jam sudah menunjuk ke angka tiga. Tapi anakku belum sampai di rumah. Tidak biasa-biasanya sampai sesiang ini. Sekali pun ada pelajaran tambahan. Akan selalu ada pemberitahuan. Ada apa gerangan?            Bodhi sudah sampai di rumah sejak pukul 11. Bis sekolah mereka selalu tepat waktu. Selain itu, anak-anak diseberangkan oleh kenek bis. Sehingga aman. Supir dan kenek bis sekolah sudah paruh baya. Mereka cukup sabar menghadapi anak-anak. Melihat itu, aku dan Mama Fanny berinisiatif menghadap yayasan. Minta agar mengizinkan kami mengedarkan surat pada para orangtua, yang intinya berisi himbauan atau ajakan, untuk iuran bersama tiap bulannya, sebesar lima ribu rupiah, sebagai uang tambahan untuk supir dan kenek. Keselamatan dan kenyamanan anak-anak kami sangat bergantung pada mereka. Itu yang jadi dasar pertimbangan...

Ulang Tahunku

Ulang tahun kali ini terasa sangat berbeda. Saudara dan teman-teman banyak  memberikan ucapan selamat, dari berbagai grup yang kuikuti. Beberapa japri. Aku terharu untuk semua perhatian mereka itu. Namun jujur, ada rasa sakit di lubuk hatiku yang terdalam. Ini kali pertama aku berulang tahun tanpa kehadiran suamiku. Aku belum siap menerima jalan karmaku, ditinggal pergi secara mendadak begitu. Hatiku terasa hampa. Kenapa harus secepat ini dia pergi? Padahal, kami sudah menyusun rencana. Menghabiskan masa tua bersama. Setelah pensiun nanti, dia bercita-cita ingin buka bengkel kecil di depan tempat tinggal kami. Namun, takdir bicara lain... "Selamat ulang tahun, sahabat. Semoga selalu sehat dan bahagia." Pesan masuk dari seorang teman lama. Sesama Fikomers. Aneh. Padahal, semasa kuliah dulu, kami tak pernah akur. Dia orang pertama yang memberikan ucapan selamat, tepat pukul 00:00. Menghadiahiku sebuah lagu, dan sebuah foto diriku yang sudah diberi hiasan lampu kecil berwarna-wa...

Menjalani dan Mensyukuri Porsiku

    25 tahun dari hampir 29 tahun usia pernikahan, kami hidup terpisah. Suamiku di Jakarta, sedangkan aku di Cikampek. Dia pulang setiap akhir pekan. Setelah anak-anak beranjak remaja, satu per satu pindah ke Jakarta  untuk melanjutkan pendidikan mereka. Aku tak pernah menahan. Aku izinkan mereka mengejar mimpi dan mewujudkan cita-citanya. Sampai pada satu titik di mana hanya tinggal aku berdua dengan Ehi. Saat Ehi sekolah, aku benar-benar sendiri di rumah. Aku selalu mengantarnya ke depan sampai naik jemputan sekolah. Setelah ia berangkat, aku beraktivitas seperti biasa. Menjelang dia pulang, aku ke depan lagi, menunggunya. Membukakan pintu pagar, dan terkadang membantu membawakan tasnya yang berat. Buku paket mereka tebal-tebal. Sambil berjalan masuk, dia tak henti bercerita. Ada saja yang dia jadikan topik. Aku selalu menyimaknya dengan cermat. Tak jarang dia berjalan sambil berputar-putar dan merentangkan kedua tangannya. Aku suka melihat keceriaannya itu. Suka pada s...

Dukungan Teman-teman

Aku tercenung. Percakapan dengan seorang teman lama, seperti menghentak kesadaranku. "Kau sudah banyak berubah. Tidak seperti yang kukenal saat di Sekeloa dulu. Ayo, bangkit Lian. Jadilah magnet kebaikan...", ujarnya. Ulani,  sesama teman Fikomers '85, yang terjun ke dunia pendidikan, menasehati dan coba memberi motivasi. Baru-baru ini dia direkomendasikan sebagai guru besar di tempat dia berkarya, salah satu PTS terkemuka di Jakarta. Putih, mungil, namun sangat cekatan. Wajahnya yang cantik mengingatkanku pada seorang putri dalam cerita dongeng, Snow White.  Apa kelebihan yang kupunya? Selama ini aku tak pernah memikirkannya. Aku menjalani hari-hari dan semua mengalir begitu saja. Aku pikir, memang inilah porsiku. Aku berusaha melakukan yang terbaik yang aku bisa. Tidak muluk-muluk. Yang jadi fokus perhatianku ya ke lima orang anakku. Mereka segalanya bagiku...      Aku bersyukur dikelilingi orang-orang yang baik. Yang perduli dan tak pernah berhenti mendukungk...

Belajar Lagi

     Untuk menghibur diri dari kepenatan rutinitas sehari-hari, aku suka mendengarkan lagu. Genre apa saja. Yang penting enak didengar. Dari yang up beat sampai melow mendayu-dayu. Selalu ada yang mengirimiku lagu. Dina, mau pun kakak sepupuku yang di Surabaya dan Aek Nabara. Aku juga minta Ehi untuk downloadkan. Dari lagu, banyak pelajaran yang kudapat. Tidak hanya menghibur. Lagu pun punya fungsi edukasi. Memberi penguatan dan motivasi. Kadang, setelah mendengar syair dari sebuah lagu, aku jadi tercerahkan. Aku pun mulai mengikuti anjuran Fukada Lia dan Liana untuk bermeditasi. Aku dan Dina sepakat untuk sama-sama melatih diri dari rumah masing-masing. Memang belum bisa konsentrasi penuh. Pikiran liar mengembara ke mana-mana. Namun aku tak berkecil hati. Seperti yang disampaikan Ayya Santini dalam ceramahnya, setidaknya sudah mulai belajar melakukan pembiasaan pada sikap duduk. Sudah ada kemauan untuk mengikis ego dan segala bentuk kekotoran bathin melalui latihan mempe...

Merajut Harapan

Melihat semangat dan optimisme anak-anak, membuat aku jadi punya keberanian untuk melangkah, menjalani hari esok yang penuh misteri. "Mama harus sehat. Harus kuat. Selama ini, Mamah sudah sanggup melalui jalan yang sulit, dan bisa bertahan selama dua puluh tahun lebih. Aku berharap, Mama bisa bersabar sedikit lagi. Kasih kesempatan kita untuk membahagiakan Mama. Kita semua sedang berjuang, Ma..." Anak sulungku Abhi, mengatakan itu berulang kali. "Mama doakan kita semua ya. Aku percaya, ke depan, hidup kita akan semakin membaik," sambungnya meyakinkanku. Aku hanya diam, tak mampu berkata-kata. Rasa haru memenuhi dadaku.  "Iya, Ma. Jangan khawatir. Aku akan berusaha sebaik-baiknya. Meneruskan semangat Papa. Selain kerja kantoran, aku juga akan terus jualan. Sayang kalau ditinggal. Susah payah aku merintisnya. Aku usahakan pemasukan aku tidak hanya dari satu sumber. Mama nggak usah banyak mikir. Mama sudah jalankan bagian Mama. Membesarkan anak-anak. Sekarang gili...

Penggalan Cerita Kami

     Banyak suka duka yang telah kami lalui bersama selama hampir 29 tahun membina rumah tangga. Suamiku termasuk orang yang pendiam. Sosok pekerja keras dan tekun. Sangat disiplin dan suka membaca. Aku pernah didenda sepuluh ribu rupiah olehnya gara-gara buku yang baru dibelinya kubuat lecek dan sampulnya hampir terlepas. Katanya, biar aku tidak lupa dan mengulang kesalahan yang sama. Saat itu, aku ketiduran. Buku tidak kutaruh dulu di rak. Karena ngantuk, aku asal letak saja. Yah, itulah kebiasaan burukku. Ceroboh.  Dia selalu mengajariku. Ternyata, banyak hal yang aku tidak tahu. Pernah suatu ketika ia memperhatikanku saat membuatkan kopi untuknya. Dia mengatakan, sebaiknya menyendok gula dulu, baru bubuk kopi. Bukan sebaliknya. Bila bubuk kopi dulu yang ditaruh di gelas, bisa saja ada yang menempel di ujung sendok dan terbawa ke dalam toples gula. Dapat mencemari rasa gula. Sementara gula multifungsi, bisa digunakan untuk berbagai keperluan. Beda halnya dengan ko...

Delapan Pemburu

Kota Baru, Selasa, 14 September 2021 Hujan turun dari subuh, dengan intensitas sedang. Hatiku resah. Banyak bagian rumah yang bocor dan belum sempat diperbaiki. Waktu terasa begitu cepat berlalu. Tau-tau musim hujan sudah datang lagi. Sambil berbaring, aku coba menghitung-hitung. Tak berapa lama ada pesan masuk. Pohon yang berbatasan dengan tetangga, rubuh. Rantingnya menimpa asbes dan pecah. Aku menghela nafas dalam-dalam. Lalu aku hubungi anak-anakku yang di Jakarta. Aku ceritakan kejadiannya pada mereka. Suka tidak suka, memang harus dihadapi. Sekalipun itu harus mengganti kerusakan dan ongkos kerja. Aku berharap semua bisa dibicarakan, dan masalah bisa diselesaikan dengan baik-baik. Anak keduaku Bodhi yang kusuruh bicara per telepon pada Ibu Sweta. Dia relatif lebih sabar dan pandai berdiplomasi.  Hujannya awet. Sampai siang. Sambil mengepel, mengeringkan bekas bocoran hujan, aku berdoa. Semoga aku kuat, dan bisa melalui cobaan demi cobaan yang datang dengan lapang dada. Hubung...