Dukungan Teman-teman

Aku tercenung. Percakapan dengan seorang teman lama, seperti menghentak kesadaranku. "Kau sudah banyak berubah. Tidak seperti yang kukenal saat di Sekeloa dulu. Ayo, bangkit Lian. Jadilah magnet kebaikan...", ujarnya. Ulani,  sesama teman Fikomers '85, yang terjun ke dunia pendidikan, menasehati dan coba memberi motivasi. Baru-baru ini dia direkomendasikan sebagai guru besar di tempat dia berkarya, salah satu PTS terkemuka di Jakarta. Putih, mungil, namun sangat cekatan. Wajahnya yang cantik mengingatkanku pada seorang putri dalam cerita dongeng, Snow White.
 Apa kelebihan yang kupunya? Selama ini aku tak pernah memikirkannya. Aku menjalani hari-hari dan semua mengalir begitu saja. Aku pikir, memang inilah porsiku. Aku berusaha melakukan yang terbaik yang aku bisa. Tidak muluk-muluk. Yang jadi fokus perhatianku ya ke lima orang anakku. Mereka segalanya bagiku...
     Aku bersyukur dikelilingi orang-orang yang baik. Yang perduli dan tak pernah berhenti mendukungku. 
"Jangan pernah menangis di depan anak-anakmu. Kau harus kuat. Anakmu butuh kamu. Makan yang banyak. Jaga kesehatan. Yang sudah pergi, tak mungkin kembali lagi. Sementara hidup berlanjut terus..." Pak Hakimi, guru SD suamiku yang sudah seperti orangtuaku sendiri, tak bosan-bosannya mengingatkanku. "Kau ingin makan apa? Katakan saja, jangan sungkan. Ibu dengan senang hati akan membuatkannya. Biar nanti Bapak yang antar dan gantung di pagar depan ya..." Aku mengenal mereka sudah 29 tahun. Menjelang pemberkahan nikah, suamiku memperkenalkanku pada guru kebanggaannya. Saat berkemah dan belajar matematika merupakan momen paling berkesan baginya.
     Dina, teman lamaku yang tinggal di Bandung, hampir setiap hari meluangkan waktu mendengar cerita-ceritaku. Dia sangat sabar dan keibuan. Selalu coba menghiburku. Tak jarang dia mengirimkan lagu-lagu yang bagus untukku. Aku sungguh terharu. "Menangislah, kalau itu bisa membuatmu lega. Aku juga lama menangisi kepergian bojoku, Mas Posma." Tak jarang kami bertukar menu masakan, bercanda tentang hal-hal ringan. Kami pun berjanji akan sama-sama berlatih meditasi dari rumah masing-masing. Dina dekat dengan alam. Dia dan suaminya suka naik gunung, dulu. Itu menambah rasa kekagumanku padanya. Keceriaannya seperti menular. Aku suka sama candaan-candaannya. Tak jarang, dia menasehatiku. Dia selalu menghibur dan menguatkanku. Aku terharu dengan semua kebaikannya itu...
     Aku tidak pernah berpikir kalau suamiku akan pergi secepat ini. Aku malah mengira, aku yang bakal pergi duluan. Bojoku sehat.  Justeru aku yang sering sakit-sakitan. Bahkan tiga tahun lalu aku sempat kehilangan pendengaran. Diawali dengan vertigo. Muntah-muntah. Lihat benda semua miring. Seperti hilang keseimbangan tubuhku. Saat itu aku lebih banyak diam dan memejamkan mata. Ternyata, berobat pun tidak membuat keadaanku jadi lebih membaik. Aku merasa bosan dan lelah. Akhirnya memilih untuk membiarkannya. Berdamai dengan penyakitnya. Aku tetap beraktivitas seperti biasa, dan berusaha untuk melupakan sakitku. Perlahan tapi pasti, aku sembuh dan bisa mendengar kembali. Alam demikian baik padaku. Aku sangat berterimakasih. Sejak itu, aku lebih perhatian pada kesehatan...
     Saudara, kerabat, teman-teman vihara, juga tak henti-hentinya memberi dukungan padaku. Liana, Iing, Marija dan si ceria Fukada Lia, mengajakku belajar Dhamma. Mereka rajin kirim artikel dan link tentang Dhamma. Aku bersyukur bisa tergabung di WAG Ikatan Alumni Mahasiswa Buddhis Unpad. Banyak hal yang bisa aku petik. Liana selalu mengingatkan pentingnya meditasi sebagai makanan bathin. Pelan-pelan aku bangkit lagi. Ceramah-ceramah Ayya Santini dan Suhu Duta Prabha seperti memberi energi baru bagiku. Ibu Padumawati dan Ibu Susiani Intan, bak seorang ibu, tak pernah lelah mengingatkanku.
Mama Fanny, Mama Raya, Mama Steven, Mama Abel, Mama Ken Ken, Fitri, dan banyak lagi yang lainnya. Terimakasih untuk semua doa dan dukungannya. Aku bersyukur mengenal kalian. Kalian telah membantuku melewati masa-masa sulit ini. Ya, betul. Hidup berlanjut terus. Anak-anak butuh aku.

Kota Baru, 29 Maret 2021, pk 20.16.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertanda apa ini

Bunga Teratai

Kedatangan Nova