Ulang Tahunku


Ulang tahun kali ini terasa sangat berbeda. Saudara dan teman-teman banyak  memberikan ucapan selamat, dari berbagai grup yang kuikuti. Beberapa japri. Aku terharu untuk semua perhatian mereka itu. Namun jujur, ada rasa sakit di lubuk hatiku yang terdalam. Ini kali pertama aku berulang tahun tanpa kehadiran suamiku. Aku belum siap menerima jalan karmaku, ditinggal pergi secara mendadak begitu. Hatiku terasa hampa. Kenapa harus secepat ini dia pergi? Padahal, kami sudah menyusun rencana. Menghabiskan masa tua bersama. Setelah pensiun nanti, dia bercita-cita ingin buka bengkel kecil di depan tempat tinggal kami. Namun, takdir bicara lain...

"Selamat ulang tahun, sahabat. Semoga selalu sehat dan bahagia." Pesan masuk dari seorang teman lama. Sesama Fikomers. Aneh. Padahal, semasa kuliah dulu, kami tak pernah akur. Dia orang pertama yang memberikan ucapan selamat, tepat pukul 00:00. Menghadiahiku sebuah lagu, dan sebuah foto diriku yang sudah diberi hiasan lampu kecil berwarna-warni. Indah.

Aku heran. Sejak kapan dia berubah jadi sebaik itu? Setauku sih, dia orang yang sangat cuek. Tidak perduli dengan hal remeh temeh seperti itu. Mungkin karena sudah sama-sama menua, jadi mulai menyadari pentingnya seorang teman, untuk sekedar ngobrol ngalor ngidul atau bercanda dan tertawa bersama. Tak perlu jaim-jaim lagi. Jabatan dan segala macam atribut yang menempel hanya bersifat sementara. 

Sahabat yang baik tidak akan menjadikan jabatan dan kemudahan hidup sebagai alasan atau penghalang untuk mendekat. Kerinduan akan kenangan di masa lalu mungkin memanggil-manggil kembali, sehingga meniadakan jarak itu.

Pada siapa pun, aku berusaha bersikap baik dan ramah. "Betul Ci. Kita sudah tua. Harus memperbanyak amal  kebaikan dan silaturahmi dengan teman. Buat bekal kita. Kalau kita baik, setidaknya ada yang mendoakan saat kita pergi nanti." Yuyus berkata dengan  bijak. Yuyus, Agus Supriadi, Agus Mbeng, Hendra, Gebi, Didi, Demi, Rakaryan, Dina, Ami, Sri, Ulan, Yenny, merupakan teman-teman yang selalu memberi dukungan padaku. Menghiburku.
"Kau harus kuat dan bertahan hidup, setidaknya demi anak wedokmu." Itu yang selalu mereka katakan padaku.

Kelima orang anakku pun memberi ucapan selamat. Abhi sengaja pulang. Sepulang kerja langsung meluncur ke Cikampek. Sampai rumah sudah sangat larut. Bodhi tidak pulang. Karena dia harus mempersiapkan dagangannya. Dia jualan on line. Biasanya week end ramai, banyak orderan yang masuk. Tapi dia mengirimkan ucapan selamat ulang tahun padaku dalam bahasa mandarin berikut terjemahannya.

Ma,
Hari-hari tanpa dirimu, seperti tiada matahari di siang hari, hati pun kehilangan kehangatan. Dari dalam diri Mama, aku belajar memaknai kehidupan.

Terimakasih untuk semua yang telah Mama lakukan kepada kami.
Aku tahu, selamanya tidak akan pernah  bisa membalas kasih sayang Mama, seperti sayangnya Mama pada kami.
Meskipun aku tidak bisa menemani Mama di hari spesial ini, aku tetap ingin ucapkan : "Selamat Ulang Tahun ya, Ma..."

Ada keharuan memenuhi dadaku. Kepergian papanya memaksa mereka untuk cepat jadi dewasa. Cagga hanya mengirimkan pesan singkat "Selamat ulang tahun, Ma. Sehat selalu." Kebetulan dia sedang ada urusan di Jakarta. Jadi tidak bisa pulang. Dhamma, anak keempatku juga memberikan ucapan selamat.
"Selamat ulang tahun ya Ma. Semoga mama selalu sehat dan panjang umur. Aku ingin Mama bisa lihat aku sukses jadi komikus. Punya istri cantik dan anak-anak yang pintar." Aku tertawa mendengar kata-katanya yang lucu itu. Aku tau dia coba menghiburku, agar tidak larut dalam kesedihan. Anak baik...

Ehi, puteri bungsuku menyerahkan selembar kertas. Sembari berujar : "Ini hadiah ulang tahun dari aku. Semoga Mama suka. Selamat ulang tahun ya Ma." Wajahnya tampak serius. Dia memang gadis kecilku yang tegar. 

Kata Mama, aku kado terindah untuk Mama dari Yang Di Atas. Kalau bagiku, Mama itu bukan kado terindah, melainkan  panutan terbaik. Mungkin terdengar seperti bualan, tapi memang benar, banyak sifat Mama yang patut diacungi sepuluh jempol.

Nadin Amizah berkata di lagunya yang berjudul "Bertaut," "Kalau saat hancur ku disayang, apalagi saat kujadi juara." Itu tidak berlaku pada mama. Mau juara atau pun tidak, bagi Mama sama saja. Karena, di mata Mama, dunia ini tidak kekurangan orang pintar, tapi dunia ini kekurangan orang baik dan jujur. 

Banyak yang bilang, wajahku dan Mama sangat mirip. Secara fisik aku tidak mengakui hal itu. Tapi memang, sifat kami banyak kesamaannya.

"Keras kepalaku sama denganmu
Caraku marah, caraku tersenyum
Seperti detak jantung yang bertaut
Nyawaku nyala karena denganmu."

Memiliki Mama yang jarak umurnya 40 tahun, tidak membuatku ragu untuk bercerita tentang hal-hal yang sudah kulalui. Mama memiliki dua peran bagiku, sebagai orangtua dan tempat curhat. Aku harap Mama tak pernah bosan mendengar keluh kesahku.
Aku juga berharap Mama berumur panjang, agar bisa menjadi saksi anak perempuannya bertumbuh dan berkembang dengan ajarannya.

Aku tak mampu berkata-kata. Selain bersyukur dan bersyukur lagi.

Kota Baru, Jumat, 21 Mei 2021 (Pukul 13:00).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertanda apa ini

Bunga Teratai

Kedatangan Nova