Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2022

Sekedar Mencatat

20-22 Maret 2022 ikut reuni ke Yogya. 24 Maret 2022 Jimmy Yosua, suami Lisda Miryam meninggal dunia. 27 Maret 2022 Dhamma balik Cikampek. Cagga dan Ehi berangkat ke Jakarta. 28 Maret 2022 Akan melanjutkan pekerjaan yang  tertunda. Kota Baru, Minggu, 27 Maret 2022 (11.51).

Catatan Hari ini : Peluncuran Buku Mustofa

Gambar
Novel baru karya Mus sudah beredar.  Mus sudah membuat pengumuman resminya di grup induk Fikomers '85 tadi pagi. Aku ikut bangga atas ketekunannya menelurkan karya. Banyak teman yang memberi ucapan selamat dan memesan buku itu. Aku juga pesan sebuah. Sebagai bentuk apresiasiku atas usahanya dalam menghasilkan karya. "Nggak usah beli. Aku ingin menghadiahkannya untukmu. Karena kau selalu mendukungku."  Demikian pesan yang masuk dari Mus. "Maafkan. Bukan aku tidak menghargai niat baikmu, Mus. Itu cara aku mengapresiasi buah jerih payahmu. Doakan aku agar selalu sehat ya. Terimakasih..." balasku atas pesannya. Aku pikir, dengan membeli, berarti aku memang benar-benar ada effort. Dengan begitu, aku akan lebih hati-hati dalam menjaga bukunya. Semoga Mus bisa mengerti dan memahami jalan pikiranku.  Pukul 19.39:   Persiapan ke Yogya Besok, tanggal 20 Maret 2022. Kami akan berangkat ke Yogya untuk temu kangen dengan teman-teman seangkatan. Semua tampak berse...

Temu Kangen

Gambar
Empat tulisan yang sudah kuunggah, terpaksa kutarik dan kuhapus. Sebenarnya, sayang banget. Aku selalu menulis dengan sepenuh hati. Semua itu berupa catatan dari kejadian sehari-hari. Aku tak ingin semua yang kualami, berlalu begitu saja.  Tapi, sudahlah... Aku jadi malas nulis. Mengamati lalu mencatatnya, seperti kebiasaanku selama bertahun-tahun. Ada sisa dempul, dan aku gunakan untuk menambal nat-nat keramik. Menutup rumah rayap dan semut. Harga semen putih, tiga ribu rupiah sekilo. Bisa beli eceran. Toko matrialnya hanya selisih satu rumah dari tempat tinggalku. Aku lebih suka belepotan dempul dan cat, atau memotong ranting-ranting pohon,  dibanding memasak atau nyetrika. Aku melakukan semua pekerjaan itu semata-mata untuk merawat akal sehatku agar aku tetap bisa waras. Kamar mandi depan sudah selesai dicat. Tinggal rapi-rapi pintunya. Aku ganti  alumunium pelapisnya dengan seng talang anti karat. Mudah2an bisa lebih awet. Yang ada di pikiranku, bagaimana supaya kuat ...

Ujian Sekolah

Tiba-tiba hujan turun. Deras sekali. Padahal tadi pagi, langit begitu cerah. Rencanaku untuk bakar sampah terkendala. Tapi ada bagusnya juga sih. Aku jadi tak perlu menyiram tanaman. Ada anak pohon sukun dari Mama Rama, dan semaian biji srikaya pemberian Mama Ken Ken. Kemarin, aku  juga menyebar bibit kemuning. Aku suka bunganya yang berwarna putih, kecil-kecil, dan wangi. Lembut. Seperti aroma terapi. Dan harumnya bisa menembus sampai ke dalam rumah, saat  malam hari. Membuat hati dan pikiranku jadi tenang. Dulu, aku mendapatkan bibit kemuning itu dari Kakek Hakimi, dua pohon, setinggi 15 cm, di polybag. Aku mulai suka pada bunga setelah kelahiran anak perempuanku. Itu pun bunga-bunga yang tidak manja, dan butuh perawatan khusus. Aku tak sempat mengurusnya. Selalu kerepotan dengan pekerjaan di rumah. Aku sebar segenggam bijinya yang merah menyala, di luar pagar, dekat jalan raya. Tanahnya sudah digemburkan Atuk. Sampah-sampah plastiknya dibakar. Aku ingin di depan pagarku tum...

Akhirnya, Menerima...

Pukul 14:17 : Hari ini cuaca panas. Kalau aku mencuci, pasti semua kering. Tapi hatiku berat sekali untuk mulai mengerjakannya.  Padahal baju kotor menumpuk, seember besar. Biasa, oleh-oleh anak lanangku dari Jakarta. Aku beneran males. Rasanya kok lemes banget.  Setelah selesai memasak, aku duduk-duduk santai. Nonton youtube, sambil sesekali mengecek pekerjaan Atuk. Memasang keramik dinding kamar mandi depan. Aku pikir, sekalian saja dirapikan. Agar lebih mudah dibersihkan. Dapur bisa menyusul belakangan. Pelan-pelan. Disesuaikan dengan kemampuan.  Aku tak ingin memaksakan diri. Aku tau, kebutuhan anakku juga banyak. Bisa mempekerjakan satu orang tukang saja pun, aku sudah bersyukur sekali.  Atuk termasuk orang yang apik dan jujur. Tidak pilih-pilih kerjaan. Mulai semprot rumput, mupuk tanaman, nebang pohon, sampai rapi-rapi rumah. Seperti mengecat, nembok, pasang keramik, mlafon.  Serba bisa. Katanya sudah 14 tahun ikut kerja proyek dengan Pak Karman. Pernah k...

Tercerahkan

Pagi hari, seperti biasa, aku mengucapkan selamat pagi pada teman-temanku. Setelah itu, membaca pesan-pesan yang masuk. Butuh waktu satu sampai dua jam untuk menyimak semuanya. Aku suka pada kiriman kata-kata bijak, atau cerita-cerita yang memotivasi.  Seperti hari ini, aku mendapatkan sebuah tulisan menarik yang dikirimkan oleh Romo Setiawan di WAG. Setelah membacanya, aku jadi merasa seperti tercerahkan. Sarat akan pesan moral. Membantuku untuk bisa lebih memahami nilai-nilai kehidupan... Terimakasih Romo. Selalu sehat, dan tetap semangat dalam berbagi kebaikan... *MENOLONG KEPITING* Seorang siswa Chan sedang bermeditasi di tepi sungai. Tiba-tiba ia mendengar suara percikan air. Ia membuka mata dan melihat seekor kepiting sungai sedang meronta-ronta melawan seretan arus sungai. Siswa itu mengulurkan tangan menarik kepiting itu keluar dari seretan arus meski untuk itu ia harus merelakan tangannya tergigit capit kepiting. Siswa itu kemudian meletakkan kepiting di tepi sungai dan me...

Warna Baju

Setelah kepergian suamiku, aku semakin  jarang keluar rumah. Di rumah juga banyak sekali pekerjaan yang harus kuselesaikan. Aku memang membatasi diri. Dalam  berpakaian pun, aku lebih banyak mengenakan warna hitam dan putih. Sebenarnya aku sudah diperbolehkan mengenakan baju berwarna cerah. Tidak ada larangan. Hanya saja hati kecilku belum mengizinkan. Saat menjelang imlek, Lia, calon mantu tertuaku, ada mengirimkan baju warna merah untukku. Sampai sekarang masih belum kupakai. Entahlah. Aku merasa belum saatnya, belum pantas. "Pakai lho Ma. Sudah dibelikan. Setidaknya, hargailah niat baiknya. Dia akan senang kalau pemberiannya dipakai. Bermanfaat. Tidak membuatnya kecewa..." Abhi coba membujukku. "Iya. Nanti saja. Akan ada saatnya. Lha wong Mama nggak ke mana-mana. Di rumah saja. Paling jalan-jalan di kebon. Ngapain juga pakai baju bagus-bagus? Nanti malah bergetah-getah. Kan sayang?" Aku berusaha menjelaskan. Agar dia tidak terlalu memaksakan kehendaknya. "Ka...

Ulang Tahun Dhamma

Gambar
Hari ini Dhamma genap berumur 18 tahun. Tidak ada perayaan istimewa. Kehidupan berjalan seperti biasa. Aku hanya goreng ayam. Dan memberikan bagian paha padanya. Karena bagian itu saja yang dia suka. Dagingnya lebih lunak, gampang dikunyah.  Di antara lima bersaudara, dia yang paling lama makannya. Sehingga sering kuomeli. Terlebih di pagi hari. Saat semua harus serba cepat. Isi presensi.  Masa-masa dia SD dan SMP merupakan masa-masa yang berat. Dari subuh aku sudah berkeringat. Menyiapkan bekal dan memastikan anak-anak sarapan dulu sebelum berangkat sekolah. Pukul 06.30  sudah harus siap di depan pagar. Kalau tidak, akan ditinggal  jemputan sekolah.  Dan terpaksa naik ojek, yang berarti akan menambah biaya pengeluaran lagi. Cagga lebih parah lagi. Jam 05.00 sudah harus berangkat. Dia dua kali berganti angkot agar bisa sampai ke sekolahnya, di Purwakarta. Berjarak sekitar 25 km dari tempat tinggal kami. Kebijakan bupati kala itu menetapkan, KBM dimulai pada puku...

Kedatangan Nova

Gambar
Semalam Nova chat. Minta alamat rumah. Pagi-pagi minta share loc. Pukul sembilan, dia dan suaminya sudah sampai di rumahku. Dengan mengenderai sepeda motor. Aku terharu sekali. Duh, segitu niatnya dia bertemu aku. Bertepatan dengan libur Hari Nyepi. "Gimana Va, pegel ya?" Ujarku sembari menyodorkan minum. "Pinggang sih biasa aja. Cuma pantatnya yang terasa pedes. Gak apa-apa kok. Aku dan Yudi sudah biasa motor-motoran," jawabnya santai. Sedari dulu, Nova memang selalu berpembawaan tenang. Tidak meledak-ledak seperti diriku. Kami bercerita tentang banyak hal. Terlebih setelah kami terpisah, dan berumah tangga. Menjalani porsi kami masing-masing. Diselingi tawa dan tangis. Aku dan Nova banyak menghabiskan waktu bersama selama di Bandung. Hanya aku, dia dan almarhumah Petty yang masih tersisa. Ulan, Ensi, Lena, Dina,Lisda, Ami, Yenny, sudah lulus duluan. Sedangkan Ita dan Wenny menghilang. Tak tau ke mana. Masing-masing sibuk berkutat dengan persoalan hidupnya sendiri....

Terkungkung

Hari ini terasa begitu membosankan. Bangun pagi-pagi, langsung ke dapur. Masak nasi, rebus air, lalu ke depan. Buka pintu gerbang, sambil sapu-sapu dan menyiram tanaman. Atuk masuk kerja pukul delapan. Lagi-lagi ada onggokan sampah di depan pagarku. Belum lagi kantong-kantong plastik bekas yang tertiup angin dan memenuhi got. Aku kesal.  Betapa rendahnya kesadaran orang-orang. Buang sampah seenaknya saja. Aku bakar sampah-sampah itu. Sembari menggerutu dalam hati. Benar-benar menjengkelkan. Hanya menambah buruk suasana hatiku. Sambil menyapu, aku mengingat-ingat kembali kata-kata Dhamma semalam. Jujur, aku agak terpukul. "Aku sedih. Sudah sebesar ini, tapi tidak punya teman dekat yang bisa diajak curhat, atau sekedar bercanda, selain keluarga sendiri. Dulu, Mama selalu melarang aku main ke rumah teman. Sekarang, aku suka merasa kesepian. Seperti minggu lalu. Sendirian di kontrakan. Hanya bisa memandangi langit-langit kamar. Ingin ngobrol dengan teman, tapi tak tau harus mulai dari...

Saat Waktunya Tiba...

Keadaanku semakin membaik. Pundak dan lenganku sudah bisa digerakkan kembali. Luka parutnya pun sudah hampir mengering. Masih tersisa sakit sedikit di area punggung, saat aku melakukan peregangan. Terimakasih. Lagi-lagi aku selamat. Alam selalu melindungiku. Ehi masih memijitiku. Menjelang tidur. Sehari sebelumnya, anak keduaku Bodhi, calon mantuku Esia, Dhamma, dan Ehi memijiti aku secara bergantian. Tanggal merah. Anak-anak pulang. Nginap dua malam. Aku banyak ngobrol, sembari tertawa-tawa dengan kedua calon mantuku. Lia dan Esia. Cagga tidak pulang. Dia masih sibuk mengerjakan tugas akhirnya.   Abhi mengajak ke luar jalan-jalan.  Tapi aku menolak. Aku merasa lebih nyaman di rumah. Aku mengerti, mereka berusaha menyenangkan hatiku. Tapi tetap saja, aku merasa ada ruang hampa di sudut hatiku. Aku tidak bahagia. Akhirnya aku setuju makan malam di luar. Setelah itu pulang. Aku ingin istirahat. Aku senang melihat anak-anak itu sudah besar, punya kekasih. Aku sudah tidak ter...