Kedatangan Nova
Semalam Nova chat. Minta alamat rumah. Pagi-pagi minta share loc. Pukul sembilan, dia dan suaminya sudah sampai di rumahku. Dengan mengenderai sepeda motor. Aku terharu sekali. Duh, segitu niatnya dia bertemu aku. Bertepatan dengan libur Hari Nyepi.
"Gimana Va, pegel ya?" Ujarku sembari menyodorkan minum.
"Pinggang sih biasa aja. Cuma pantatnya yang terasa pedes. Gak apa-apa kok. Aku dan Yudi sudah biasa motor-motoran," jawabnya santai. Sedari dulu, Nova memang selalu berpembawaan tenang. Tidak meledak-ledak seperti diriku.
Kami bercerita tentang banyak hal. Terlebih setelah kami terpisah, dan berumah tangga. Menjalani porsi kami masing-masing. Diselingi tawa dan tangis.
Aku dan Nova banyak menghabiskan waktu bersama selama di Bandung. Hanya aku, dia dan almarhumah Petty yang masih tersisa. Ulan, Ensi, Lena, Dina,Lisda, Ami, Yenny, sudah lulus duluan. Sedangkan Ita dan Wenny menghilang. Tak tau ke mana. Masing-masing sibuk berkutat dengan persoalan hidupnya sendiri.
Aku pernah datang dan menginap di rumah Nova. Kenal dengan keluarganya. Kami wisuda bareng. Saat aku menikah dan melahirkan anak pertama, dia pun datang ke Cikampek.
Setelah lulus dari Fikom, Nova melanjutkan pendidikannya ke Amerika. Beberapa kali dia menyuratiku, bercerita tentang kuliah dan semua aktivitasnya. Dia aktif di kepemudaan gereja. Dia senang hidup di sana. Impiannya tentang Amerika bisa terwujud.
Nova, selain Dina, merupakan orang yang banyak tau tentang diriku. Berpembawaan tenang, cenderung pendiam, sangat open minded. Aku belum pernah melihatnya marah atau cemberut. Suka membaca. Tidak kepo. Tidak suka menghakimi. Selalu berprasangka baik pada siapa saja. Termasuk saat mengetahui aku putus nyambung dengan suamiku dulu, kemudian dekat dengan seseorang. Abang teman kami juga. Sekaligus bosku.
Dia tau masa-masa sulitku. Sampai akhirnya aku balikan dan memutuskan untuk menikah dengan suamiku. Meski tidak sepenuhnya mendapat restu dari orangtua kedua belah pihak. Aku pikir, memang ini jodohku. Beberapa kali putus dan berusaha menghindar. Tapi dia tetap gigih mencintaiku. Itu yang membuat hatiku luluh. Kegigihannya itu yang akhirnya membuat aku jatuh cinta padanya. Aku merasa dihargai sebagai seorang perempuan.
Saat itu Nova tidak banyak berkomentar. Dia dan Petty yang kuberitahu tentang rencana pernikahan itu. Petty sedih karena harus berpisah denganku. Dia merasa aku terburu-buru ambil keputusan itu. Petty ingin aku mempertimbangkannya kembali.
"Apa kamu sudah siap untuk berkomitmen?" Petty bertanya dengan mimik wajah serius. Padahal sehari-harinya dia tak pernah serius. Suka guyon.
"Iya. Dia begitu mencintaiku. Aku percaya, akan bisa melewati masa-masa sulit bersamanya." Saat itu pikiran luguku belum mampu menjangkau kemungkinan-kemungkinan buruk yang bakal terjadi setelah menikah. Aku pikir, segala sesuatunya akan berangsur-angsur membaik. Mertuaku akan melunak dan menerima aku sebagai menantu. Kami akan bahagia.
Ternyata, masalahnya tidak sesederhana itu. Saat itu, aku benar-benar sudah tak mampu berpikir jernih. Skripsiku tidak berjalan mulus. Abang temanku itu pun masih mengharapkan aku. Aku takut, bingung. Keadaan itu hampir membuatku putus harapan dan menyerah. Di sisi lain, suamiku mendesakku untuk segera menikah. Hatiku benar-benar bimbang. Aku tak bisa terus-terusan seperti ini.
Akhirnya aku memutuskan untuk menyelesaikan masalahku. Satu per satu. Menikah, setelah itu balik ke Bandung untuk menyelesaikan skripsi. Aku pun tak ingin mengecewakan orangtuaku.
Petty dan Nova sering datang ke kosanku di Rahayu Utara. Kosan Nova ada di Cipaganti. Kala itu dia tinggal dengan kedua adiknya, Christy dan Pierre. Kami bertiga sama-sama sedang mengerjakan skripsi.
Petty sering menemaniku ke kantor Kompas biro Bandung, untuk ambil data. Di sana kami sering bertemu dengan Rakaryan... Dia sudah jadi wartawan Kompas saat itu. Selalu tampak sibuk. Tidak pernah ngobrol. Hanya saling sapa sekedarnya.
Aku agak jengkel juga. Aku merasa, kok dia jaim sekali sama teman sendiri. Belakangan, setelah aku dicemplungin Didi Pujo gabung ke WAG angkatan, baru tau kalau Rakaryan baik sekali. Justeru dia dan Demi yang duluan menyapaku.
"Hai Cici. Apa kabar? Menghilang ke mana aja selama ini?"
Saat suamiku meninggal, Rakaryan juga yang datang ke rumah, menyampaikan rasa belasungkawa, mewakili teman-teman. Lama-lama aku jadi tau. Dia baik dan mau repot. Selalu berusaha menjaga keutuhan angkatan kami. Kesanku yang dulu itu, semuanya salah. Dia tidak sejaim yang kukira.
Berbeda dengan Petty. Nova membesarkan hatiku. Membuatku semakin mantap dalam mengambil keputusan.
"Ya sudah. Kalau kau yakin dengan pilihanmu. Jalani saja. Ikuti apa kata hatimu, Lian. Aku akan datang ke pernikahanmu." Nova tidak bilang apa-apa lagi.
Tadi, aku sempat membahas cerita lama itu dengan Nova.
Uniknya jodoh...!
Kami pun bersyukur, pada akhirnya bisa lulus dan wisuda, setelah melewati jalan yang berliku, penuh drama dan banyak menguras air mata. Terimakasih, alam selalu menjaga kami...!
Nova kuajak berkeliling kebun. Dia tampak sangat menikmati. Seperti Dina, Nova pun dekat dengan alam. Dia banyak memotret. Sedari dulu, dia memang suka fotografi.
Setelah Nova pulang, aku mendapat telpon dari Ito, yang sudah kuanggap seperti saudara sendiri. Kami mengenalnya sejak anak-anak masih balita. Dia banyak membantu keluarga kami. Terlebih saat anak-anak sakit. Suami isteri kerja di apotek. Aku banyak minta saran dari mereka perihal kesehatan. Tak jarang aku titip beli obat pada mereka. Tanpa harus ke dokter.
Ito mengabarkan isterinya, Fitri, meninggal dunia pukul 13 tadi siang.
Semoga Fitri beristirahat dengan tenang. Keluarga yang ditinggalkan akan kuat dan tabah...
Kota Baru, Rabu, 3 Maret 2022 (Pk.23.59).
Seperti mimpi bisa berkunjung ke rumah Lian somewhere in Cikampek. Beruntungnya punya suami yang lagi gemar touring dengan motorcycle, jadi kesampaian melepas rindu dengan sahabat sejak jaman kuliah ini. Walaupun hubungan kami sempat vakum cukup lama, namun setelah ketemu lagi beberapa tahun lalu di acara ultahku dan Ulani, serta Lian bergabung dengan grup WA, persahabatan kami mengalir kembali. Selain mengenang kisah lama kami selama di Bandung, berbagi suka duka selama terpisah satu sama lain, aku happy dapat bonus mengitari halaman rumah Lian yang luas dan banyak hal yang bisa aku abadikan sebagai photographer amatir. Thanks untuk kehangatan penyambutanmu, sobat, dalam kesederhanaanmu begitu banyak yang aku belajar. Semoga Lian dan anak-anak sehat selalu, dan kita bisa bertemu kembali dalam waktu dekat. Nova
BalasHapusTerimakasih banyak sudah mau mampir.
HapusTerimakasih juga utk kehangatan dan motivasinya.
Semoga kita selalu sehat ya. Bisa ketemu dan ngobrol2 lagi...🙇🙇👍👍😚
Yeiii sdh ada fotonya
BalasHapusIya...😎
Hapus