Warna Baju

Setelah kepergian suamiku, aku semakin  jarang keluar rumah. Di rumah juga banyak sekali pekerjaan yang harus kuselesaikan. Aku memang membatasi diri. Dalam  berpakaian pun, aku lebih banyak mengenakan warna hitam dan putih.

Sebenarnya aku sudah diperbolehkan mengenakan baju berwarna cerah. Tidak ada larangan. Hanya saja hati kecilku belum mengizinkan.

Saat menjelang imlek, Lia, calon mantu tertuaku, ada mengirimkan baju warna merah untukku. Sampai sekarang masih belum kupakai. Entahlah. Aku merasa belum saatnya, belum pantas.

"Pakai lho Ma. Sudah dibelikan. Setidaknya, hargailah niat baiknya. Dia akan senang kalau pemberiannya dipakai. Bermanfaat. Tidak membuatnya kecewa..." Abhi coba membujukku.

"Iya. Nanti saja. Akan ada saatnya. Lha wong Mama nggak ke mana-mana. Di rumah saja. Paling jalan-jalan di kebon. Ngapain juga pakai baju bagus-bagus? Nanti malah bergetah-getah. Kan sayang?" Aku berusaha menjelaskan. Agar dia tidak terlalu memaksakan kehendaknya.

"Kamu malu Mama pakai baju yang itu-itu saja?" Tanyaku langsung, ingin tau jalan  pikirannya.

"Nggak sih. Tapi setidaknya, Mama juga harus pikirkan perasaan anak-anak. Bisa saja orang mengira, kami tidak perhatian, tidak peduli sama Mama. Padahal, yang sebenarnya terjadi itu kan, Mama sendiri yang keras kepala. Selalu menolak setiap pemberian." Dia menghela napas.

"Dari dulu Mama begitu. Baju-baju dibiarkan begitu saja di lemari. Kan sayang. Jadi sia-sia..." Dia melanjutkan ucapannya, seakan ingin menumpahkan seluruh uneg-uneg yang ada di hatinya.

"Sederhana itu bagus. Tapi ya jangan kelewat sederhana juga. Mama pun harus mulai memperhatikan penampilan." Dari dulu, anakku Abhi, selalu mengatakan hal itu.

Aku masih ingat, saat dia sudah kerja, dari gaji pertamanya dia belikan aku  seperangkat alat perias wajah. Namun, akhirnya kadaluarsa. Karena aku memang tak pandai. Tidak ada waktu untuk mencoba atau belajar menggunakannya. Hari-hariku sibuk sekali.

Dia pun pernah memaksaku datang ke sekolahnya di Jakarta saat SMA. Dia ingin tunjukkan pada teman-temannya seperti apa mamanya. Bahkan dia mengatakan langsung pada papanya. Ingin sesekali aku yang ambil raportnya di sekolah. 

 "Iya. Nanti, pelan-pelan. Pasti akan Mama pakai. Tapi tidak sekarang." Aku berharap, dia mengerti dan tidak memaksaku lagi. Aku sudah tak perduli pada variasi warna. 

Untuk pakaian sehari-hari, aku lebih nyaman pakai kaos saja. Adem dan praktis. Untuk pergi-pergi, ada beberapa potong yang kukeluarkan dari lemari. Aku  merasa sudah cukup. Tidak masalah, walau yang kukenakan itu-itu saja. Mereka tak perlu malu. Mereka baru boleh malu dan keberatan, kalau ibunya melakukan tindakan yang menyalahi aturan umum di masyarakat... Lha wong aku baik-baik saja. Waras. Tidak menipu atau mencelakai orang. Kenapa harus meributkan hal-hal tak penting seperti itu? 

Kota Baru, Minggu, 6 Maret 2022 (Pk 00.10).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertanda apa ini

Bunga Teratai

Kedatangan Nova