Ujian Sekolah

Tiba-tiba hujan turun. Deras sekali. Padahal tadi pagi, langit begitu cerah. Rencanaku untuk bakar sampah terkendala. Tapi ada bagusnya juga sih. Aku jadi tak perlu menyiram tanaman.

Ada anak pohon sukun dari Mama Rama, dan semaian biji srikaya pemberian Mama Ken Ken. Kemarin, aku  juga menyebar bibit kemuning.

Aku suka bunganya yang berwarna putih, kecil-kecil, dan wangi. Lembut. Seperti aroma terapi. Dan harumnya bisa menembus sampai ke dalam rumah, saat  malam hari. Membuat hati dan pikiranku jadi tenang.

Dulu, aku mendapatkan bibit kemuning itu dari Kakek Hakimi, dua pohon, setinggi 15 cm, di polybag. Aku mulai suka pada bunga setelah kelahiran anak perempuanku. Itu pun bunga-bunga yang tidak manja, dan butuh perawatan khusus. Aku tak sempat mengurusnya. Selalu kerepotan dengan pekerjaan di rumah.

Aku sebar segenggam bijinya yang merah menyala, di luar pagar, dekat jalan raya. Tanahnya sudah digemburkan Atuk. Sampah-sampah plastiknya dibakar. Aku ingin di depan pagarku tumbuh berjajar pohon kemuning. Agar orang-orang yang berlalu lalang pun bisa turut menikmati keharumannya nanti. 

Aku buat pot-potan sederhana berbentuk persegi panjang, dari wuwung bekas. Ditumpuk begitu saja. Sebagai penanda, sekaligus penahan, agar tanahnya tidak longsor, terbawa air hujan. Semoga kemuning-kemuning itu bisa tumbuh subur. 

Cagga ke Jakarta hari ini. Untuk menemani Dhamma. Siapa tau dia butuh sesuatu. Abhi dan Bodhi sibuk kerja. Sering lembur. Tak bisa fokus mengawasi Dhamma belajar. Mereka saling berbagi tugas sendiri.

Mulai besok, Dhamma akan Ujian Sekolah (US), sebagai pengganti UN. Ini momen penting dan sangat menentukan masa depannya. Meskipun dia tidak berminat ikut SBMPTN, dan sudah memutuskan kuliah di UBM, ambil jurusan DKV. Aku tetap menegaskan padanya untuk belajar sungguh-sungguh. 

"Kamu tidak mau nilai-nilaimu jeblok kan? Kebayang nggak, kalau suatu saat nanti, anakmu akan lihat ijazahmu? Mama kan nggak mau disalahin sama anakmu. Dikira ibu yang tidak perhatian. Anak ujian dibiarkan terus menggambar. Jadi dapat nilai ancur-ancuran. Apa kamu maunya  seperti itu? Apa kamu pikir akan selesai sampai di sini saja? Tidak. Bakal nyambung terus, seperti cerita berseri.  Makanya, Mama mengingatkan kamu terus. Supaya kamu belajar serius. Dengan kesadaran. Agar tidak menyesal di kemudian hari. Kamu sudah gede lho. Belajar bertanggung jawablah..." Mungkin dia kesal kuocehi terus. Panjang lebar. Punya Mama kok bawel banget.  

"Iya Mamaku tersayang..." jawabnya, dengan memberi penekanan khusus. 

"Aduh, Ma...
Tau nggak, kalau aku merasa terteror dengan pertanyaan-pertanyaan Mama itu? Sudahlah. Kekhawatiran Mama itu  berlebihan. Aku belajar kok. Aku juga nggak mau asal lulus aja, Ma.
Tiap hari Mama menanyakan hal yang sama. Kayak detektif aja. Dari A sampai Z. Semua harus jelas. Mending Mama nonton youtube. Belajar masak. Biar masakan Mama ada kemajuan..." sambungnya, sembari tertawa. Dia memang selalu meledek masakanku. Hm, anak ini ya. Selalu njengkeli tapi ngangeni.

Tadi aku bawain lauk. Supaya mereka bisa makan bareng di kontrakan. Aku sudah pesan, agar Dhamma masak nasinya. 

Semoga besok, sampai US berakhir, semua berjalan lancar.


Kota Baru, Minggu, 13 Maret 2022 (Pk 16.51).

Komentar

  1. Terimakasih untuk dukungannya, Pak.

    Salam sehat selalu...👍🙇

    BalasHapus
  2. Doakan yang terbaik buat anak-anak kita yang sedang ujian ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Terimakasih...🙇🙇

      Mereka yg ujian, kita pula yg meriang...😅

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertanda apa ini

Bunga Teratai

Kedatangan Nova