Imlek Bersama


Imlek Bersama

Aku baru masuk ke dalam rumah saat telpon berdering. Seperti biasa, aku bersih-bersih halaman dan memindahkan beberapa tanaman yang patah. Semalam hujan gede disertai angin kencang.

"Lien, kau mau ikut ke rumah Romo Koyang?" Suara Ci Susy terdengar jelas di seberang sana. Aku berpikir sejenak. Kaget. Tapi aku belum bisa memutuskan. 

"Ngapain? Nggak ah. Malu, Ci... Aku kan nggak diundang," ujarku spontan.

"Nggak apa-apa, Lien. Romo Koyang orangnya baik kok." Ci Susy coba meyakinkanku.

Bisa bertemu dan berkumpul dengan teman lama, merupakan jodoh karma, sebuah berkah yang harus dihargai. Setidaknya, kesempatan untuk bisa kembali mengenang masa-masa muda dulu, dengan segala dinamikanya. Kesempatan untuk lebih bisa saling mengenal, dengan pemahaman baru tentunya. Karena kini, kami pun sudah sama-sama menua...

"Sekarang posisi Cici ada di mana?" Tanyaku, sambil terus berpikir. Meski sama-sama di Cikampek, Romo Koyang dan keluarga kami jarang berkomunikasi. Hubungan yang terbangun bersifat normatif saja. Layaknya seorang yunior yang menghormati seniornya.

"Di Sadang. Pabrik sepatu Bata."

"Oooh oke ...," jawabku singkat. Akhirnya aku bisa memutuskan juga.

"Nanti kamu dijemput. Tunggu di depan. Kamu siap-siap ya." Aku tak sempat banyak bertanya lagi. Telpon langsung ditutup. Aku bergegas mandi. 

Tahun lalu, saat rombongan teman-teman lama datang dari Bandung, aku tidak ada persiapan sama sekali. Bahkan, aku pun masih mengenakan baju kaos yang penuh dengan getah. Kata Ko Hay Li, mau bikin kejutan. Dan mereka berhasil. Aku terkejut beneran. Bagaimana tidak? Tau-tau mereka sudah ada di depan pagar rumahku. Agak malu juga sih aku. Tapi sudahlah. Aku pasrah...

Belakangan, aku coba melihat sisi positifnya. Justeru kunjungan mendadak mereka itu bisa dijadikan momen untuk pembuktian. Setulus apa mereka menganggapku sebagai seorang teman. 

Teman yang menyayangimu akan menerima apa pun adanya dirimu. Tak perduli apa pun statusmu. Teman tetaplah teman. Bisa memahami keadaanmu. Tidak akan merendahkan, atau terganggu hanya dengan  melihat tampilan luarmu. Baju itu hanya "bungkus".

Sejujurnya, aku agak malu juga. Tapi sudahlah...
Mungkin mereka memang harus melihat aku dalam keadaan seperti itu. 

Ternyata, tahun ini mereka datang dan mengajakku bergabung untuk merayakan Imlek bersama di rumah Romo Koyang. Setidaknya keraguanku tidak terbukti, sudah terbantahkan. Terimakasih ya Mbak Esti, Apak, Emma, Ci Susy, Ko Hay Li, Ratih dan suaminya, juga si cantik Li Hua...

Sesampai di sana, kami disambut ramah, ngobrol-ngobrol sebentar, lalu diajak makan siang di lantai 3 rumahnya Romo Koyang. Ada rombongan dari Karawang juga. Kami saling bersoja mengucapkan selamat tahun baru imlek disertai dengan harapan-harapan yang baik. Hari ini pun bertepatan dengan ulang tahun Mbak Esti yang ke-59 tahun. Sehat dan berkah selalu ya mbakku yang baik dan manis budi.

Setelah makan, Romo Koyang membagikan ang pao kepada semua yang hadir. Dilanjut dengan foto bersama. Setelah itu, kami berpamitan pulang.
Terimakasih atas sambutannya. Berkah berlimpah.

Dalam perjalanan pulang, Ko Hay Li bilang, mau mampir ke rumah Romo Marji dulu sebelum mengantarkan aku.

"Nggak apa-apa kan, Lien?" Tanyanya, sedikit hati-hati.

"Iya, nggak apa-apa kok." Aku menjawab santai.

Sesampai di sana, Romo Marji menyambut kami dengan sedikit tergopoh-gopoh. Aku pun memberi salam. Keadaan menjadi lebih cair saat Romo Marji mengajak kami bernyanyi bersama. Satu per satu menampilkan kebolehannya. Aku cukup jadi penikmat saja.  Ratih dan suami, Mbak Esti, Ci Susy, dan Ko Hay Li bernyanyi dengan riangnya. 

"Hayu, Lien. Kamu nyanyi juga. Kalo nggak mau nyanyi, ntar nggak dianterin pulang lho," ujar Ko Hay Li, meledekku.

"Nggak apa-apa. Bisa pulang sendiri. Dekat ini. Sekalian olah raga, jalan kaki, biar langsing," jawabku tenang, menimpali kejahilannya itu. Yang lain jadi ikut tertawa.

Saat Djumilah Asha, yang biasa kupanggil dengan sebutan akrab Djudjum muncul, menyuguhkan aneka macam penganan, Mbak Esti dan Ci Susy terkaget-kaget.

"Lah, jadi Bu Djudjum ini isterinya Romo Marji? Baru tau...," ujar Mbak Esti, tak bisa menyembunyikan rasa keterkejutannya. Tawa kami pun pecah sore itu.

"Lah piye tho, Mbak..." Aku ikut senang menyaksikan pertemuan sore itu. 

Akhirnya kami berpamitan pulang. Waktu sudah menunjuk ke angka pukul empat sore. 

Terimakasih untuk semua. Sampai bertemu di lain kesempatan. Semoga kita selalu sehat dan bahagia ya...


Kota Baru, Selasa, 13 Februari 2024, pk 09:54.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertanda apa ini

Bunga Teratai

Kedatangan Nova