KK

KK

Kemarin, menjelang subuh, aku baru tidur.  Aku tidak akan tenang sebelum dokumen-dokumen penting itu terkumpul komplit. 

"Ma, bisa tolong urus bikin KK yang baru? KK kita sudah tidak berlaku. Aku mau bikin NPWP. Tapi nggak bisa," pesan Cagga, anak ketigaku.

"Ya. Akan Mama usahakan." Jawabku singkat. 

Aku segera menghubungi Mama Rama, seorang ibu pejabat RT di komplek perum sebelah. Dulu, Rama dan Ehi barengan waktu TK-nya. Namun hubungan kami tetap berlanjut, meski anak-anak kami sudah tidak satu sekolah lagi. 

Aku menanyakan padanya, dokumen apa saja yang dibutuhkan untuk mengurus KK.Tanpa kuminta, Mama Rama menghubungi pegawai desa, kaur pemerintahan, dan mengirimkan persyaratannya padaku. Dia memang  ringan hati. Selalu menawarkan diri untuk  membantu.

"Kalau dokumen sudah lengkap, kabari ya Mih. Biar nanti saya antar ke desa..." 
Aku jadi tak enak hati.

Sebelumnya, dia juga yang menemaniku ke desa untuk melengkapi berkas saat mengurus taspen, dan mengantarku ke puskesmas untuk mengurus masalah vaksin. 

Waktu itu, aku sempat tertahan di stasiun kereta selama empat jam lebih, dan tiket hangus, karena vaksin boosterku tidak  terdeteksi di Peduli Lindungi. Aku sempat konsultasi dengan Dr. Jo KhengTek juga.

Aku sudah lemes duluan, membayangkan bagaimana ruwetnya berurusan dengan birokrasi. Hal yang sebenarnya sangat ingin aku hindari. Menguras energi, lahir bathin. Melelahkan. Tapi, mau nggak mau ya harus  aku hadapi...
Untung ada sosok Mama Rama, yang selalu siap membantuku.

Tadinya, untuk urusan taspen, aku sudah hampir menyerah. Males dan berat banget rasanya untuk mulai melangkah. Aku sudah pasrah. Kalau memang harus hangus, ya biarlah hangus. Berarti itu bukan rezekiku, pikirku. 
Tapi Mama Rama terus mendorongku.

 "Ayo Mih, diurus. Nanti saya anterin," ujarnya menyemangati. Sebenarnya, semua berkas sudah 95% lengkap. Bodhi yang urus bersamaan dengan waktu bikin akta kematian. Tinggal satu surat lagi yang kurang, yakni surat keterangan dari desa yang membenarkan adanya ikatan antara aku dengan almarhum dan anak-anak.

"Sayang Mih. Berapapun jumlahnya, kan lumayan. Bisa buat nambah-nambah resiko sehari-hari," ujarnya meyakinkanku. 

Akhirnya berhasil, dan cair juga. Setelah 19 bulan tertunda...

Aku pikir, setelah urusan taspen beres, aku bisa bernafas lega. Tak perlu berurusan dengan birokrasi lagi. Ternyata, hidup tidak semulus jalan tol. Ada saja gangguan. Kali ini masalah boosterku pula. Perjalanan kami jadi terhambat hari itu. Untuk antar  kota, syaratnya harus bisa menunjukkan bukti vaksin 3.

Aku dimarahi habis-habisan oleh kakakku.

"Kenapa sih kamu bisa seceroboh itu? Kenapa tidak dari kemarin-kemarin cek Peduli Lindungi? Cepet urus itu. Kalau tidak, selamanya kau tidak akan bisa pergi ke mana-mana." Ujarnya dengan nada tinggi dan muka masam.

Aku sudah tak punya energi untuk membantah kata-katanya... 

Bagaimana aku harus menjelaskan padanya, kalau aku benar-benar sudah vaksin booster dan menyerahkan dataku pada petugas untuk diinput saat itu?

Kenapa dia tidak berhenti menyalahkanku, dan mulai berpikir, kalau segala kemungkinan bisa saja terjadi ?  Mungkin  karena adanya faktor human error,  kesalahan pada sistem, dll. Siapa yang bisa tau secara pasti?
 
Namun, lidahku kelu untuk berkata-kata. Aku lebih memilih diam. Menarik nafas dalam-dalam. Sambil terus berpikir.

Akhirnya aku menelpon ke nomor 111. Dari sana mulai menemukan titik terang, menemukan petunjuk dan informasi yang kuperlukan. 

Sebenarnya, dalam diamku itu, aku berharap, dia bisa memahami situasiku. Daripada mengomeliku terus-menerus.

Aku juga lelah dan merasa tertekan saat itu. Aku pun kecewa gagal berangkat. Apa dia pikir aku mau dihadapkan pada masalah tidak menyenangkan, seperti ini?

Di sisi lain, aku coba menghibur diriku sendiri. Berandai-andai. Bisa jadi, batalnya perjalanan kali ini, sebagai cara alam dalam melindungiku. 

Aku meyakini, selalu ada hikmah tersembunyi, di balik setiap kejadian. Suatu saat akan muncul dengan sendirinya, memberi jawaban.

Saat menghadap petugas puskesmas, aku ceritakan kejadian yang menimpaku, dan mempertanyakan, solusi apa yang bisa kudapat. Apakah aku harus vaksin lagi? Kalau memang harus, aku siap. 

Petugas itu bilang, tak perlu. Dataku bisa diinput ulang. Dari penjelasan yang kudapat, ada dua kemungkinan yang terjadi dalam kasusku itu. Pertama, jaringan internet terputus saat input data. Kedua, gangguan pada server. Aku hanya mengiyakan. 

Aku pikir, tidak ada gunanya juga berbantahan. Aku pun sudah merasa lelah dan ingin cepat-cepat terbebas dari situasi yang tidak menyenangkan ini. Yang penting bagiku, aku sudah mendapatkan bukti vaksinku. Realnya memang begitu. Bukan tipu-tipu. Aku sudah vaksin sebanyak tiga kali. Vaksin 1, 2 di RSUI Depok. Vaksin 3 di puskesmas perum di dekat rumahku.
 
"Jangan sungkan, Mih. Kayak ke siapa aja. Beneran. Nggak apa-apa. Saya mikirnya gini lho Mih. Dengan saya memudahkan urusan orang lain, semoga urusan saya juga dimudahkan."
Itu yang selalu diucapkan Mama Rama padaku. Aku terharu mendengarnya.

"Terimakasih Dek Tri. Cagga yang butuh KK baru itu. Sudah sebulan ini dia kerja, Dek."

"Syukurlah Mih. Satu per satu anak-anak Mamih mandiri."

"Iya. Semoga rekan-rekan kerjanya baik. Dia nyaman dan betah kerja di sana ya," ujarku penuh harap.

Ternyata, lumayan banyak juga persyaratan untuk bikin KK baru. Mulai dari fotokopi KTP suami isteri, ijazah terakhir suami dan isteri, akta nikah, akte lahir semua anak, KK asli, akta kematian, serta materai. Demi anakku, aku rela mencari dokumen-dokumen itu. Meski harus begadang.

Malam berikutnya, Dhamma dan Abhi pulang, mengantar kakakku. Lima bulan terakhir kakakku tinggal dan menemani diriku. Kakakku masih kerja secara on line. Dia tidak berkeluarga. Berharap, kami menua bersama dan bisa saling menjaga.

Sepulang dari Jakarta, kakakku sakit. Mungkin kelelahan. Ada urusan kerjaan dan bertemu dengan bosnya. Di Jakarta jadwalnya sangat padat. Aku tetap tinggal di rumah, ditemani Ehi yang sedang libur smester.

Aku menyuruhnya istirahat. Aku melakukan aktivitas seperti biasa. Mencuci, masak, ngepel, mengupas buah dan bikin rebusan air jahe, untuk kakakku. Merawatnya, sebisaku. Semoga dia segera pulih kembali. 

Kota Baru, Selasa, 27 Desember 2022, (Pk 01.03).


Kota Baru, Rabu, 28 Desember 2022 (Pk 09.28):

Semalam Mama Rama menelponku, memberitahu kalau KK kami sudah selesai dan boleh diambil. 

Aku tengah bersiap-siap menuju ke kantor desa untuk mengambilnya.

Terimakasih. Semesta selalu membantu memudahkan jalanku...

Terimakasih Mama Rama. Berkat bantuanmu, mengurus KK jadi mudah dan cepat selesai. Sehat dan berkah selalu ya...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertanda apa ini

Bunga Teratai

Kedatangan Nova