Bunga Teratai

Nova dan Dina, mereka berdua sangat suka pada kegiatan outing di alam terbuka. Sama seperti Yoki. Aku memberi julukan yang sama pada mereka, Si Bolang. Aku kagum pada semangat mereka. Seakan asam urat dan encok enggan menghinggapi tubuh mereka. Selain mereka bertiga, ada lagi Yuyus, Rika, Yayi, Antiq dan Anggita yang selalu ceria dan punya hobi jalan-jalan. Aku rajin melihat status atau foto-foto yang dikirimkan di grup. Aku suka melihat foto-foto mereka dalam berbagai kesempatan. Aku tertawa sendiri, saat melihat mereka bergaya di  foto-foto itu. Sangat menghibur. Aku berharap semangat dan keceriaan mereka akan menular padaku.
 
Setiap minggu, Nova sudah punya agenda untuk mengisi hari liburnya. Dia mengunjungi tempat yang berbeda-beda. Sekitar Jakarta.  Ditemani Yudi, suaminya, yang baik dan penyabar. Dalam setiap kunjungannya, Nova selalu mengabadikan semua yang ia temui, sebagai obyek foto. Dia menyukai fotografi, sejak masih duduk di bangku kuliah. Sama seperti Budenk, teman kami yang tinggal di Semarang dan menjadi fotografer handal.

Semalam, Nova mengirimkan sebuah gambar cantik, khusus untukku. Gambar bunga teratai.
"Setiap kali melihat bunga teratai, aku selalu teringat padamu, Lian. Ini hasil jepretanku tadi pagi. Suasana mendukung. Mendung dan masih ada sisa gerimis. Semoga kau menyukainya ya." Dia menuliskan itu dalam pesannya semalam.

Tentu saja aku menyukainya. Kau baik dan penuh perhatian. Batinku.
"Terimakasih, Va." Aku membalas singkat. Tapi aku percaya, dia bisa menangkap keharuanku.

Nova, berpembawaan tenang, dan selalu berpandangan positif. Tentang apa saja. Dia jarang sekali menunjukkan emosinya. Termasuk saat menceritakan tentang hal-hal dramatis di awal-awal pernikahannya ketika mengunjungiku beberapa waktu lalu. Sungguh berbanding terbalik dengan diriku. Yang selalu meledak-ledak.

"Apa kau bisa marah? Apa kau pernah marah?" Tanyaku langsung padanya, dalam satu kesempatan.
"Ya bisalah, Lian..." jawabnya sambil tertawa. 

"Tapi, aku belum pernah melihatmu marah. Kau selalu tampak cool." Aku mengungkapkan rasa penasaranku padanya.

"Semua orang pasti pernah marah. Hanya saja, aku tak membiarkan diriku berlama-lama larut dalam perasaan negatif. Seperti saat anakku sakit atau jatuh dari motor, aku pun cemas. Tapi aku berusaha tetap tenang. Bersyukur anakku selamat. Itu yang terpenting. Aku tidak akan memaksanya untuk bercerita, atau banyak bertanya. Apalagi menyalahkannya. Aku beri waktu dia untuk berpikir dulu. Toh sudah terjadi. Lebih baik aku fokus pada kesembuhannya. Bila keadaannya sudah membaik, aku percaya, dia akan mengatakan semua dengan sendirinya." Penjelasan Nova membuat aku makin mengaguminya.

Nova juga satu-satunya orang yang mendorongku untuk terus menulis.
"Ada apa dengan dirimu? Apa yang sebenarnya terjadi? Ayolah, menulis lagi, Lian. Aku kangen baca tulisanmu." Dengan caranya, dia bertanya.

"Aku ingin istirahat dulu, Va. Lagi males." Jawabku sekenanya. Memang aku sedang ada dalam fase itu. Padahal banyak kejadian yang belum sempat kucatat. Aku tidak akan memaksakan diri, bila hatiku enggan untuk melakukannya. Aku memang tidak menargetkan apa-apa. 

"Oke. Tapi jangan kelamaan ya breaknya. Lakukan apa yang bisa membuatmu bahagia. Jangan terlalu keras pada diri sendiri ya." Ujarnya bijak.

Saat kemarin aku katakan kalau aku mulai rindu untuk menulis lagi, dia menyambutnya dengan gembira. Dia langsung mengirimkan emot lopean untukku. Dan gambar bunga teratai. Seakan ingin mengingatkan padaku makna filosofi yang terkandung dalam setangkai bunga teratai.

Terimakasih Nova....


Kota Baru, Senin, 30 Mei 2022 (Pk 15:25).


Komentar

  1. Thank you Holi bisa menjadi kisah yang indah di Blogmu. Akan kukirimkan lebih banyak Teratai buatmu dari tempat-tempat yang akan kukunjungi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih untuk semua kebaikanmu...👍😍🙇

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertanda apa ini

Kedatangan Nova