Paralon Toren Copot
Paralon air menuju toren copot semalam. Kami tidak punya tabungan air. Jam sudah menunjuk di angka sepuluh.
Hatiku benar-benar resah. Berbagai macam pikiran buruk berkecamuk di benakku malam itu. Ada begitu banyak ketakutan. Aku merasa sangat tak berdaya. Aku duduk sambil memejamkan mata, dan menarik nafas dalam-dalam. Berusaha menenangkan hati. Hanya itu yang bisa kulakukan. Sembari berharap, malam segera berganti pagi. Semoga Atuk bisa memperbaikinya, dan mesin penyedot air bisa normal kembali.
Bersyukur, Atuk bisa memasang paralon itu, dan mengikatnya dengan kawat, agar kuat, tak mudah lepas. Setelah diperiksa, ternyata mesin penyedot airnya aman. Syukurlah. Aku merasa lega sekali. Alam selalu menjagaku, dengan caranya.
Aku hembuskan nafas keras-keras. Aku merasa seperti baru terbebas dari himpitan batu yang sangat besar. Ada kelegaan yang mendalam. Aku benar-benar bersyukur. Alam selalu baik padaku. Malam ini, aku bisa tidur dengan tenang. Dhamma sudah membaluri kedua kakiku dengan minyak kayu putih.
Tak dapat kubayangkan bila mesin air itu benar-benar rusak. Aku belum menyiapkan dana taktis untuk keperluan tak terduga. Akhir-akhir ini memang banyak pengeluaran. Aku tak bisa menyisihkan dari sisa-sisa uang belanja. Seperti biasanya. Perbaikan rumah banyak makan biaya. Aku merasa tidak enak kalau harus minta lagi pada anak-anakku yang sudah bekerja. Aku selalu berusaha mencukupkan diri dengan yang ada. Aku tak mau membebani anak-anakku lagi.
Dana pendidikan untuk anak-anak yang masih sekolah, tak boleh diutak-atik. Hanya itu yang tersisa dari suamiku.
Kami memang belum terlalu lama menggantinya. Waktu itu menghabiskan dana lumayan besar. 6,9 juta. Uang dari sertifikasi. Baru dipasang sekitar dua tahun. Beberapa saat sebelum kepergian suamiku. Ah...
Dia seperti tau akan pergi selamanya. Sehingga semua ia bereskan dulu, satu per satu. Seakan tidak ingin membiarkanku menghadapi semua kesulitan itu sendirian.
Semoga suamiku tenang di sana. Kami pun baik-baik saja sepeninggal dirinya. Berusaha bertahan dan menjalani hidup seperti saat dia masih ada.
Keadaan memaksa kami untuk belajar banyak hal. Selama ini, dia yang banyak berpikir dan berbuat untuk keluarga ini. Dia berjuang dan bekerja keras untuk kami.
Semoga aku bisa mengatasi semua masalah dan kesulitan yang datang. Merawat dan menjaga keutuhan keluarga ini. Melanjutkan cita-cita suamiku yang belum sempat terealisasi.
Pelan tapi pasti, aku sudah mulai mengerjakannya, sedikit demi sedikit.
Perbaikan rumah masih berjalan. Minggu ini sudah masuk pada pengerjaan dapur. Setelah menambal sulam keramik lantai, sekarang beralih mengganti kayu jendela dan pengecatan. Semoga semua segera selesai. Jujur, aku sudah lelah. Kasihan anak-anak juga. Mereka yang support dananya. Aku merasa sangat tidak enak membebani mereka terus menerus.
Kota Baru, Senin, 26 April 2022 (Pk 00.11).
Komentar
Posting Komentar