Terus Bergerak
Sudah dua hari ini, turun hujan deras disertai angin dan petir. Padahal aku mengira minggu ini bisa selesai dan bergeser mengerjakan pekerjaan di belakang. Imlek sebentar lagi. Aku ingin rumahku segera bisa dicat. Anak-anak sudah besar. Mereka mulai jatuh cinta. Punya pacar dan teman-teman juga. Sebagai ibu, aku coba memahami perasaan mereka. Bantu menjaga harga diri dan rasa percaya dirinya. Karena itu, aku bertekad memperbaiki yang rusak-rusak. Agar terlihat lebih pantas dan layak. Aku pun bisa merasa lebih nyaman tinggal di sini.
Perbaikan pagar dan jalan di depan memang memakan waktu cukup lama. Di sana sini rusak parah. Sampah plastik bertebaran di mana-mana. Belum lagi tumpukan daun-daun kering dan dahan-dahan pohon bekas tebangan. Teronggok begitu saja hampir memenuhi setiap sudut. Sekarang, sedikit demi sedikit aku ingin menatanya. Menanam beberapa jenis tanaman sederhana. Memanfaatkan apa yang ada saja. Yang tumbuh di halaman rumah. Seperti kemuning, lidah buaya, soka dan jenis-jenis bunga sederhana lainnya. Ada tabebuya juga yang kubeli dari seorang teman di Yogya. Aku ingin mewujudkan impianku.
Kondisi tanah yang labil, membuatnya mudah terkikis dan terbawa air hujan. Aku berusaha menimbunnya dengan pecahan-pecahan genteng. Sedikit demi sedikit. Agar jalan menjadi keras dan bisa rata kembali. Tidak licin lagi. Aku pikir, aku memang harus mempersiapkan segala sesuatunya. Untuk mempermudah jalan masuk dan keluar menuju rumah. Semakin tua reflek semakin lemah. Aku sudah terlalu sering jatuh terpeleset. Yang kuingat, ada 12 kali. Bersyukur tidak berakibat fatal. Hanya demam dua hari. Setelah diurut-urut, bisa pulih kembali. Bersyukur, alam selalu melindungiku.
Aku menyadari diriku tak muda lagi. Harus lebih berhati-hati. Harus mulai sadar dan perduli pada kesehatan diri sendiri. Aku tak ingin menyusahkan anak-anakku. Biarlah mereka mengejar mimpi dan membangun masa depannya dengan tenang. Fokus. Karena itu, aku harus sehat, dan bahagia. Aku ingin bisa bergerak terus. Mengerjakan apa pun. Yang bisa aku kerjakan. Tak perduli meski kulit tanganku berubah menjadi kasar dan menebal. Hanya dengan cara seperti itu, aku bisa terus merawat semangatku, dan memupuk harapan-harapanku. Aku ingin hidupku punya makna. Tidak sekedar ada lalu lenyap begitu saja.
Kota Baru, Sabtu, 8 Januari 2022 (pk 06.53).
Mengharukan. Hidup memang harus bermakna. Minimum untuk diri kita sendiri. Thanks Ho atas kisah inspiratifnya
BalasHapusTerimakasih Pak Haji Mustofa.
HapusAku pun terinspirasi oleh keteguhan hati para perempuan Handhramaut (Yaman) dalam penantian panjang mereka yang serba tak pasti itu. Aku menangis saat membaca kisah mereka dalam novel tulisan Bapak, yang berjudul : "Di Antara Dua Cinta."
Terimakasih sudah membaca.
Terimakasih selalu meyakinkan dan membesarkan hatiku. Sehingga aku lebih percaya diri dalam menulis...🙇🙇💪💪