Renovasi
Hari ini mulai merakit baja ringan untuk kuda-kuda pemasangan atap rumah. Aku berharap semua dapat berjalan lancar. Semoga tahun ini, kami tidak perlu lagi melewati momen-momen kebocoran yang penuh drama itu, seperti tahun-tahun sebelumnya.
Aku berdoa dengan sepenuh hati. Memohon agar segala sesuatunya dimudahkan jalannya. Ada jodoh karma dengan pemborongnya. Sama-sama punya niat baik. Sehingga terjalin hubungan yang saling menguntungkan. Simbiosis mutualisme. Kami butuh keahlian mereka untuk memperbaiki rumah kami. Berharap, mereka pun mengerjakannya dengan baik. Sehingga, renovasi dapat selesai sesuai dengan target yang ditentukan. Baik dari segi waktu maupun biaya. Sebaliknya, mereka pun puas dengan upah kerja yang diterima. Semoga bisa jadi berkat bersama. Sama-sama menyadari, kalau kita memang saling membutuhkan.
Sebelum sampai pada keputusan ini, aku sudah lama mempertimbangkannya. Aku pun sudah membicarakannya dengan anak-anak. Aku ungkapkan keinginanku. Aku sudah tidak memikirkan segi estetikanya. Yang jadi fokus utamaku, bagaimana supaya rumah tidak bocor.
Bertahun-tahun aku hidup dengan pemandangan yang sama. Ember-ember berjejer di setiap sudut ruangan. Belum lagi rasa lelah yang mendera saat memindahkan barang-barang. Juga membersihkan barang dan lantai yang kena bekas bocoran. Capeknya luar biasa. Lahir bathin.
Setiap kali hujan turun, aku selalu diliputi rasa was-was. Tapi, aku bisa apa? Aku benar-benar tak berdaya. Karena aku tau kondisi keuangan keluarga kami. Suamiku sudah berusaha sekuat tenaga. Namun apa hendak dikata, kami masih belum bisa merealisasikan keinginan itu. Dana yang ada, dialokasikan untuk pendidikan anak-anak dulu. Itu yang jadi prioritas kami. Kami percaya, dengan bekal pendidikan yang baik, mereka akan punya masa depan yang lebih baik pula.
Di dalam hati, terkadang aku pun merasa sedih. Kapan ya baru bisa renovasi rumah? Perasaanku jadi tak karuan. Terlebih saat mendengar banyaknya komentar yang dilontarkan orang-orang dalam lingkaran terdekat kami.
"Kenapa tidak jual sebagian tanah yang ada untuk bangun rumah?" Aku hanya diam saat ucapan itu terlontar dalam beberapa obrolan. Hal itu pun pernah kusampaikan pada suamiku. Tapi dia tidak memberi jawaban. Aku tau, dia ingin membangun dari hasil keringatnya sendiri. Aku pun tak ingin memaksanya. Bagiku, ketenangan batinnya yang lebih utama. Aku isterinya. Bukan musuhnya. Kenapa harus membiarkan kata-kata orang meracuni pikiranku? Dia suamiku. Dia butuh dukunganku. Sebagai orang terdekatnya, seharusnya aku bisa memahami jalan pikirannya. Tidak sepatutnya banyak menuntut. Bebannya sudah cukup berat. Untuk apa ribut hanya karena dipicu oleh komentar orang? Baik buruk, diri sendiri yang lebih tau. Orang luar hanya bisa melihat dan menilai. Tapi, kita yang menjalaninya. Kita yang tau persis keadaannya seperti apa, meski tak diungkapkan lewat kata-kata. Aku selalu coba menetralisir sendiri bila pikiran-pikiran buruk mulai menghinggapi. Aku tak ingin ketenangan hatiku terganggu.
Apa pun yang diputuskan suamiku, aku anggap itulah yang terbaik bagi kami. Suami mana sih yang tidak ingin menyenangkan anak dan isterinya? Dia juga ingin. Semua menginginkan yang terbaik untuk orang-orang yang dikasihi. Tapi, kalau sikon belum memungkinkan, kenapa harus memaksa? Aku harus bisa bersabar. Menerima. Menyadari kalau ini memang porsi kami. Seperti kata pepatah, maksud hati ingin memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai.
Namun, renovasi tak mungkin ditunda lagi. Ada beberapa bagian yang keadaannya sudah sangat mengkhawatirkan. Kalau sampai rubuh bagaimana? Seiring waktu, aku pun bertambah tua. Terlebih setelah kepergian suamiku, aku merasa lebih tak bertenaga. Rasa-rasanya, aku sudah tak sanggup untuk mengerjakan semua pekerjaan seperti saat musim hujan yang sudah-sudah.Tenagaku, juga gerakanku, sudah tidak seperti dulu lagi. Sekarang mudah sekali kelelahan, dan jatuh sakit.
Kadang aku jengkel sendiri. Padahal, banyak hal yang harus kukerjakan setiap harinya.
"Mama cari asisten rumah tangga untuk bersih-bersih rumah. Jangan terlalu capek. Nanti aku yang bayar," anak keduaku kembali menawarkan. Tapi hari-hari biasa, aku merasa masih sanggup melakukannya. Hanya jadi lebih pelan dan lamban. Musim hujan yang kutakuti.
Semoga tahun ini dan tahun-tahun berikutnya berlalu dengan indah, dan penuh makna. Aku sehat. Anak-anak juga sehat. Semua berjalan lancar. Kami akan tetap bisa saling mengasihi. Selalu bersyukur...
Kota Baru, Senin, 4 Oktober 2021 ( Pukul 11.40).
semoga renovasi ruma berjalan lancar sesuai rencana
BalasHapusTerimakasih utk doanya...🙇☺
Hapus