Bangkit Kembali

Kota Baru, 7 Agustus 2021

Setelah kepergian suamiku, banyak ketakutan yang menghinggapi pikiranku. Aku benar-benar bingung, tidak tahu harus bagaimana, dan berbuat apa. Kata-kata Ulan terngiang kembali. "Kau harus bangkit. Banyak kok yang jadi single parent. Tapi tidak termehek-mehek, mengasihani diri. Mereka tetap bisa cheerful. Kamu juga bisa. Ayo, gali dan kenali potensi dirimu. Jadilah sumber kebaikan bagi orang-orang di sekitarmu." Ulan, seorang teman lama, sesama Fikomer, meski sangat sibuk dengan rapat-rapat zoomnya, masih menyempatkan diri menyapa dan menyemangatiku. 
Aku pun banyak mendapatkan kiriman video dan tautan, berisi tentang kisah hidup yang inspiratif. Di grup, aku mulai aktif menyapa teman-teman, meski sekedar mengucapkan selamat pagi. Kadang aku kirim lagu atau video lucu.
"Senangnya, Cici sudah bisa bercanda kembali," demikian Demi, teman Fikomku, suatu hari memberi komen di grup. "Cican, terus semangat ya...," Antique yang terkenal suka guyon, ikut menimpali. "Salam sehat selalu Ho Lian sahabatku. Jangan lupa untuk tersenyum dan bahagia. Hati yang gembira akan meningkatkan imunitas tubuh..." Itu bunyi pesan dari si jaim Ensi. Dia sangat jarang muncul di grup. Tumben amat, batinku. Sejak kapan dia berubah jadi ramah ? Kalau diingat-ingat kembali, semasa kuliah dulu, kami nyaris tak pernah bisa akur. Selalu berantem.
"Ho Lian si jangkung bodas.  Selalu pakai rok panjang. Kalau jalan gancang pisan. Selalu sehat, ya Ci. Anak-anak butuh Cici. Jangan lupa untuk vaksin," Agus Mbeng, yang sedari dulu baik, ramah dan santun, mengingatkan. "Sehat selalu Ciciku cantik. Rambut dikepang. Kalau lagi marah, mata melotot tajam. Bibir terkatup rapat. Galaknya, hahaha..." Hendra di Soreang ikut menimpali. "Ayo Cici, tunjukkan semangatmu," Ani Patrigahani di Surabaya juga ikut menyemangati. Ada rasa haru di hatiku. Teman-teman bersahut-sahutan. Mereka berusaha menghiburku, memberi penguatan padaku. "Ho Lian sayangku, aku percaya kau orang yang tegar...," Aku hampir tidak percaya kalau Gebi Bawole yang mengatakan itu. Dia termasuk salah satu orang yang kuingat karena kejahilannya. Setiap kali berpapasan, selalu senyum-senyum, sembari menggoda, menirukan suara sinterklas. Hohoho...
"Iya, betul. Ho Lian harus sumanget," Didi Pujohadi, Mr. Bean di angkatan kami mengatakan itu langsung lewat telepon. Suaranya terdengar sangat serius. Sungguh, itu di luar kebiasaannya. Dulu, dia memanggilku dengan sebutan Babah Ho Liang. "Betul, Lian. Aku juga bisa kuat dan bertahan sampai saat ini berkat dukungan teman-teman. Kita semua sudah seperti saudara," ujar Deti, turut menyemangatiku. Lalu dia menceritakan pengalamannya selama menderita stroke. Juga, perjuangannya dalam mencari kesembuhan. Deti, sama seperti Rakaryan, rajin mengunjungi teman-teman lama. Tetap menjaga tali persaudaraan sesama Fikomers.
"Benar kan yang aku bilang? Semua teman kita, baik-baik kok. Kamu jangan ragu-ragu lagi ya. Kita sudah sama-sama menua. Sudah kenyang sama pengalaman hidup. Bisa tertawa, berbagi cerita, bukankah lebih baik? Jangan menutup diri lagi ya. Kita semua sama kok," Rakaryan selalu berusaha meyakinkanku. Orangnya baik dan apa adanya. Didi, Demi, Rika, Helly, Marie, Mustofa, Nisa, Nanot, Eni, Abo, Adri, Arief, Enton, Amy, Inne, Anna, Dila, Lilis, Anggita, Yayu, Nanik, Tatat, Hanarika, Wawan, Yuyus, Naomi dan Gebi dianggap sebagai sosok perekat di angkatan kami. Orang-orang yang mau repot saling menautkan satu dengan lainnya, hingga kebersamaan kami tetap terjaga. Nuni, Liza, Mera, Donilo, Januar Budhi, Yanuar Arpan, Noki, Israil, Suherman Emje, Ika, Rina, Pepih, Anto, Widi, Sri, kadang chat menanyakan kabar. Agus Supriadi sering berdiskusi denganku. Kata-katanya selalu menyejukkan. Hampir setiap hari Antique mengirimkan lagu dan video-video lucu. Dia teman berceritaku. Ami Amari, Dina, Wenny, Yenny, Ulan,  Nova juga selalu menyapaku. Kadang Ami dan Dina menelpon. Kami, trio rondo, selalu tergelak saat mengingat masa-masa kuliah di Sekeloa dulu. "Hai rondo anyar, masak apa hari ini?" Begitulah mereka menyapaku. Aku tau, mereka berusaha menghiburku. Aku pun ingat pada kata-kata Anto yang begitu menyentuh. "Ho Li, ada atau tanpa Mame, aku percaya, kamu pasti bisa melalui semuanya. Cobalah untuk lebih ikhlas dan pasrah. Aku doakan, kau dan anak-anak akan selalu bahagia...." Anto, yang dulunya pendiam dan pemalu, berwajah mirip Ariel Noah, di luar dugaan, bisa mengatakan semua itu padaku. Anto satu-satunya orang yang memanggilku Ho Li. "Betul, Ci. Hidup ini sudah cukup rumit. Di grup kita hepi-hepi aja." ujar Yuyus yang baru sembuh dari sakit covid. Orangnya baik, terbuka dan suka melucu. Setelah aku perhatikan, hampir semua teman berubah jadi jenaka. Suka melempar canda. Mungkin sudah menyadari kalau kita kian menua. Dan tak ingin menyia-nyiakan momen kebersamaan. Canda mereka memberi energi baru padaku. Terimakasih teman-teman. 
"Kapan ya kita bisa kumpul lagi?" Tanya Tri. Ya, kapan ya? Segera, setelah pandemi berakhir. Semoga...

Komentar

  1. aku suka membaca ini, detainya bagus

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih. Merasa tersanjung dgn pujiannya. Jadi motivasi tersendiri utk belajar nulis lebih baik lagi...🙇💪

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

ibu intan

Kedatangan Nova

reuni ke 40 tahun